Kamis, 01 Oktober 2015

Cerpen : Rahasia Tuhan



Air mataku tidak hentinya mengalir, saat langkahku terhenti di depan gedung GSP (Ghra Sabha Pramana) Universitas Gajah Mada. Tempat berlangsungnya acara wisuda yang akan segera dimulai.
“Mengapa kamu menangis ganis?”
“aku menangis karena hari ini adalah hari puncak ku melepas tangis kebahagiaan dimana selama ini hanya ada tangis kebencian dan kemarahan”
“what?maksudmu “
“ya,,Rieke, aku berharap setelah hari ini maka hari-hariku selanjutnya adalah hari-hari keikhlasan, kebahagian, kesyukuran dan terlepas dari kebencian serta kemarahan yg mendarah daging”
“aku semakin tidak mengerti Ganis,,”
“suatu saat nanti akan kuceritakan padamu. Ayo.. kita segera masuk, air mataku sudah tidak sabar menetes di dalam gedung itu.”
Wisudapun usai, dan Ganis telah meraih  gelar master dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan IPK sempurna yaitu 4 .

***
“Bagaimana persiapan pernikahanmu Ganis?, kapan kau akan ke Pontianak?” Rieke bertanya sembari menyeruput  susu mix orange di sebuah warung susu sapi segar  yang menyediakan bebagai varian susu sapi yang dikombinasikan dengan buah-buahan segar yang berada di bawah kaki gunung Merapi.
“kata ibuku sudah 80%, insyaAllah minggu depan aku akan pulang” jawab Ganis.
“oia, aku masih penasaran dengan airmatamu menjelang kita diwisuda, ada apa dengan masa lalumu jika kau tidak keberatan ceritakan padaku?”.
Mendengar pertanyaan Rieke, Ganis tersenyum dan kemudian menceritakannya.
Dulu saat aku duduk dibangku SMA,  aku  berkenalan dengan siswa laki-laki dari SMA berbeda. Falid namanya, dari perkenalan itu sampai beberapa waktu berjalan akhirnya kami semakin dekat dan bisa disebut berpacaran. Aku yang saat itu baru pertama kali mengenal pacaran merasa bahagia karena merasa sudah menjadi perempuan dewasa yang memiliki pasangan. Akan tetapi, Falid itu bukan laki-laki yang baik. Saat aku telah mencurahkan kepercayaanku padanya. Saat itupula dia memanfaatkannya. Dalam suatu perjalanan, kami berhadapan dengan hujan deras. Falid mengajak berteduh dirumahnya. Aku pun mengiyakan karena aku mengira ada orangtua Falid disana. Akhirnya musibah buruk itupun terjadi. Ternyata rumah Falid itu kosong hanya ada Falid dan sepupunya dari Semarang. Orang tua Falid keluar kota karena ada acara keluarga. Disanalah Falid merenggut kehormatanku hingga  aku tidak sadarkan diri. Saat aku mulai sadar, aku seperti  melihat laki-laki selain Falid dihadapanku tapi  pandanganku kembali gelap.
Kemudian aku sadar dan berlari keluar dari rumah itu dengan deraian air mata. Aku terus berlari secepat yang aku mampu hingga  tanpa sadar sudah berada di tengah jembatan sungai Kapuas, Seperti kamu ketahui sungai Kapuas itu sungai terpanjang di pulau Kalimantan dan memiliki kedalaman yang dapat merengut nyawa siapapun . Hampir saja aku akan mengakhiri hidupku saat itu. Untunglah tiba-tiba ada sahabatku yang kebetulan melintasi jembatan sungai Kapuas dan langsung menghentikan langkahku untuk terjun. Tidak berhenti disitu saja usahaku untuk terjun ke sungai itu. Beberapa bulan kemudian ternyata aku hamil. Semua orang membicarakanku menganggap aku melakukan perbuatan terlarang atas dasar suka sama suka. Syukurlah aku membatalkan niatku karena terharu dengan ketabahan kedua orangtuaku yang selalu menguatkanku dan menerimaku. Hingga akhirnya aku melahirkan dan menitipkan anakku pada ibuku. Sebulan setelah melahirkan akupun langsung keluar kota untuk meneruskan studiku. Dalam benakku saat itu tertanam, tidak akan aku biarkan dia yang menyakitiku tertawa dengan ketepurukanku. Akan aku tunjukkan bahwa aku bukan wanita lemah. Aku kuatkan azamku dan berpasrah pada Tuhanku.  Mulai saat itulah, hidup baruku dimulai. Dimana dikota itu tidak ada yang mengerti masalaluku. Akhirnya aku menyelesaikan studiku sebagai yang tercepat dengan nilai summacumlaude dan menerima beasiswa untuk melanjutkan ke Strata 2. Selama masa studi baik S1 maupun S2  aku selalu aktif dalam organisasi kerohanian islam, komunitas peduli perempuan hingga aku membanggun organisasi pemulihan psikologis korban pelecehan dan pemerkosaan. Namun, semua itu masih terselimuti kebencian, amarah, dendam dengan kejadian buruk itu.

Ganis : “Begitulah masa kelamku Rieke
Rieke :Subhanallah,, tidak ku sangka kau wanita hebat. Hanya satu kata yang tepat untukmu –Bangga-“
Ganis : “Maksudmu? Mengapa bangga?
Rieke : “Aku merasa sangat bangga memiliki sahabat sepertimu. Kuat, kokoh, dan cerdas sepertimu
Oia, apa kau sudah menceritakan ini kepada Banyu.
Ganis : “Aku sudah menceritakan padanya bahwa aku korban pemerkosaan dan mempunyai anak
Rieke : “Apa responnya?”
Ganis : “Dia menjawab ringan,katanya itu bukan masalah baginya”
Rieke : “Wahh...dia keren sekali. Sudah sholeh, smart, tampan, muda, kaya dan baik pula. Beruntung kau mendapatkanya.

***

Pernikahan berlangsung meriah. Keluarga ganis banyak yang menggungkapkan wajah Airal mirip Banyu. Banyu senang mendengar calon anak tirinya mirip ia. Dan Ganis hanya ikut tersenyum bahagia. Kemudian kebahagian itu sesaat padam saat mata ganis tertuju akan kehadiran seorang pria yang menggenakan baju merah mendekati pelaminan.
“Kau mengenal orang yang memakai baju merah itu”? tanya ganis dengan tatapan tajam kepada Banyu, karena ganis tidak merasa mengundangnya.
“ Ya, dia sepupuku Falid. Ada apa ganis?” Banyu balik bertanya. Ganis terdiam dan terpaku. Namun, Kemarahan yang hendak muncul itu luntur saat Ganis beristigfar dalam keikhlasan yang  menyirami hati Ganis. Sepenggal alasan keikhlasan membuatnya kembali tersenyum  dan mengenggam erat tangan Banyu. Belum tuntas keheranan Banyu terhadap ekspresi wajah ganis barusan. Falid mendekat dan mengucapkan selamat.
Falid: “selamat atas pernikahanmu Banyu, Anis yang kau cari kepenjuru dunia akhirnya kau temukan juga”.  
Banyu: “ apa???” Falid tersenyum pada Ganis, namun Ganis hanya terpaku. Banyu tersadar akan rahasia tuhan. Ternyata Anis yg ia cari adalah Ganis Wijadmoko yang sekarang telah menjadi istrinya. 

***
Malam pertama tak ada lelap, masalalupun terungkap. Orang yang selama ini samar dalam ingatanya di waktu itu ternyata ia adalah laki laki yang beberapa jam lalu menikahinya. Banyu mengakui, apa yang ia perbuat. Tapi semata-mata saat itu ia terusik dengan kata-kata Falid yang mengejeknya sebagai laki-laki bantat alias banci. Disamping itu, Banyu depresi karena sedang menghindar dari persidangan atas perceraian orangtuanya. Entah setan mana yang hinggap sehingga ia merubah menjadi biadap. Sungguh sejak kejadian dimasa-masa liburan semester  dirumah sepupunya itu menjadi penyesalan yang tidak pernah berakhir hingga detik ini.
Banyu : “aku mencarimu kemana-mana hingga aku menerima beasiswa. Saat itu bertanya asal usulmu bahkan aku pergi ke SMA mu, tapi tak kutemukan jejakmu hingga rasa putus asa itu muncul genap usiaku yang ke 30.  Akhirnya akupun akan menikah dengan seseorang yang dulunya pernah menjadi korban, setidaknya bisa membuatku sedikit lega. Tapi tak ku sangka ternyata kau adalah Anis. Ditiap doa aku selalu berharap  Allah menjadikan Anis  yang tak kukenal itu menjadi istriku  agar terbayar rasa penyesalan yang menghantuiku. Allah Maha Besar atas KuasaNya, doa itu terkabulkan. (Banyu menarik nafas) ku harap kau tidak membenciku dan menerimaku sebagai suamimu. Aku hanya manusia naif yang berusaha menjadi lebih baik dan baik sebagai muslim. Semua itu terngantung padamu, jika kau tidak meginginkanku sebagai suamimu, dengan berat hati aku rela menceraikanmu saat ini juga. Jika itu membuatmu lebih baik. Maafkan aku Ganis istriku.
Ganis hanya terdiam dan bersegera bermunajat hingga azan subuh berkumandang. Banyu bersabar dengan kebisuan Ganis dan terus menerus membaca ayat-ayat  Al quran tanpa terasa belasan juz selesai ia baca dan ia tutup dengan tahajud dan witir.

Setelah dhuha, Ganis mengajak Banyu ke jembatan Sungai Kapuas  yang berjarak  1 km dari rumahnya, mereka berhenti tepat ditengah-tengah jembatan. Mereka turun dari mobil, berbegegas Banyu mendekati Ganis dan mengenggam lembut tangannya. Sesaat kemudian Ganis melepaskan genggaman Banyu dan mendekat ke tepi jembatan. Banyu kaget, terlintas dalam pikiran Banyu hal-hal tak masuk akal  akan dilakukan Ganis.

Dengan sedikit teriak, Banyu : apa yang akan kalau lakukan??? (Banyu berlari ke arah Ganis, bepikir Ganis akan terjun ke sungai karena kebenaran itu. Banyu memeluk ganis dari belakang).
Banyu : “Sebesar inikah kebencianmu padaku, hingga harus sebanding dengan nyawamu” Air mata Banyu tak terasa telah berderasi membasahi jilbab Ganis.

Kata-kata mengalir dari bibir Ganis : “Sungai ini dulunya adalah tempat terakhir yg ingin aku lihat, saat itu hanya ada kata mati dalam benakku setelah kejadian itu. Seakan dunia dan seisinya sudah tak ada harganya bagiku lantas untuk apa aku hidup. Syukurlah seorang sahabat menghentikanku. Dan Seperti matahari, saat itu aku mengagap kau penyinar kehidupanku yang telah lama gelap membuta. Namun sesaat, matahari itu menjadi gerhana tertutup oleh bulan. Tapi sekarang bulan telah beredar kembali pada porosnya, Dan tahu kah kau matahari itu kembali menyinariku (tangan Ganis kemudian mendekap erat tangan Banyu yang sedang melingkari tubuhnya dari belakang). Hanya sepenggal alasan keikhlasanlah aku tersadar akan rahasia Tuhan. Aku patuh dan tunduk atas kehendakNya. Karena aku yakin, kehendakNya yang tak teraba olehku adalah hadiah terindah yang dijanjikanNya  atas ujian itu. Tahukan kau apakah kehendakNya itu? Yah..menjadikan aku sebagai istrimu. Aku mencintaimu suamiku. Masa lalu itu biarlah waktu yang telah berlalu yang berhak menyimpannya. Kau adalah masa depanku, hidup baruku, dan kau sebaik-baik rejeki yang Allah anugerahkan padaku. Bukankah mendapatkan suami sholeh adalah salah satu rejeki mulia bagi seorang perempuan. (sembari mencium kepala ganis yang saat itu sedang tersenyum, air mata banyu mengalir dalam haru).


Sumber Foto : www.gambaru.me

3 komentar:

  1. Bagus ceritanya, cuma perlu dibenahi huruf besar pada awal kalimat.

    BalasHapus
  2. iya mba Hidayah Sulistyowati, terimakasih dah mampir :).

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus