Air mataku
tidak hentinya mengalir, saat
langkahku terhenti di depan gedung GSP (Ghra
Sabha Pramana) Universitas Gajah Mada. Tempat berlangsungnya acara wisuda
yang akan segera dimulai.
“Mengapa
kamu menangis ganis?”
“aku
menangis karena hari ini adalah hari puncak ku melepas tangis kebahagiaan dimana
selama ini hanya ada tangis kebencian dan kemarahan”
“what?maksudmu
“
“ya,,Rieke, aku
berharap setelah hari ini maka hari-hariku selanjutnya adalah hari-hari
keikhlasan, kebahagian, kesyukuran dan terlepas dari kebencian serta kemarahan
yg mendarah daging”
“aku
semakin tidak mengerti Ganis,,”
“suatu
saat nanti akan kuceritakan padamu. Ayo.. kita
segera masuk, air mataku sudah tidak sabar
menetes di dalam gedung itu.”
Wisudapun
usai, dan Ganis telah meraih gelar master dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan IPK sempurna yaitu 4 .
***
“Bagaimana
persiapan pernikahanmu Ganis?, kapan kau akan ke Pontianak?”
Rieke bertanya sembari menyeruput susu
mix orange di sebuah warung susu sapi segar
yang menyediakan bebagai varian susu sapi yang dikombinasikan dengan
buah-buahan segar yang berada di bawah kaki gunung Merapi.
“kata
ibuku sudah 80%, insyaAllah minggu depan aku akan pulang” jawab Ganis.
“oia, aku
masih penasaran dengan airmatamu menjelang kita diwisuda, ada apa dengan masa
lalumu jika kau tidak keberatan ceritakan padaku?”.
Mendengar
pertanyaan Rieke, Ganis tersenyum dan kemudian menceritakannya.
Dulu
saat aku duduk dibangku SMA, aku berkenalan dengan siswa laki-laki dari SMA
berbeda. Falid namanya, dari perkenalan itu sampai beberapa waktu berjalan
akhirnya kami semakin dekat dan bisa disebut berpacaran. Aku yang saat itu baru pertama kali mengenal pacaran merasa bahagia
karena merasa sudah menjadi perempuan dewasa yang memiliki pasangan. Akan
tetapi, Falid itu bukan laki-laki yang baik. Saat aku telah mencurahkan
kepercayaanku padanya. Saat itupula dia memanfaatkannya. Dalam suatu perjalanan,
kami berhadapan dengan hujan deras. Falid mengajak berteduh dirumahnya. Aku pun
mengiyakan karena aku mengira ada orangtua Falid disana. Akhirnya musibah buruk
itupun terjadi. Ternyata rumah Falid itu kosong hanya ada Falid dan sepupunya
dari Semarang. Orang tua Falid keluar kota karena ada acara keluarga. Disanalah
Falid merenggut kehormatanku hingga aku
tidak sadarkan diri. Saat aku mulai sadar, aku seperti melihat laki-laki selain Falid dihadapanku tapi
pandanganku kembali gelap.
Kemudian
aku sadar dan berlari keluar dari rumah itu dengan deraian air mata. Aku terus
berlari secepat yang aku mampu hingga tanpa sadar sudah berada di tengah jembatan
sungai Kapuas, Seperti kamu ketahui sungai Kapuas itu sungai terpanjang di
pulau Kalimantan dan memiliki kedalaman yang dapat merengut nyawa siapapun . Hampir
saja aku akan mengakhiri hidupku saat itu. Untunglah tiba-tiba ada sahabatku
yang kebetulan melintasi jembatan sungai Kapuas dan langsung menghentikan
langkahku untuk terjun. Tidak berhenti disitu saja usahaku untuk terjun ke sungai itu. Beberapa bulan kemudian ternyata aku
hamil. Semua orang membicarakanku menganggap aku melakukan perbuatan terlarang
atas dasar suka sama suka. Syukurlah aku membatalkan niatku karena terharu
dengan ketabahan kedua orangtuaku yang selalu menguatkanku dan menerimaku. Hingga akhirnya aku melahirkan dan
menitipkan anakku pada ibuku. Sebulan setelah melahirkan akupun langsung keluar
kota untuk meneruskan studiku. Dalam benakku saat itu tertanam, tidak akan aku
biarkan dia yang menyakitiku tertawa dengan ketepurukanku. Akan aku tunjukkan
bahwa aku bukan wanita lemah. Aku kuatkan azamku dan berpasrah pada Tuhanku. Mulai saat itulah, hidup baruku dimulai.
Dimana dikota itu tidak ada yang mengerti masalaluku. Akhirnya aku menyelesaikan
studiku sebagai yang tercepat dengan nilai
summacumlaude dan menerima beasiswa untuk
melanjutkan ke Strata 2. Selama masa studi baik S1 maupun S2 aku selalu aktif
dalam organisasi kerohanian islam, komunitas peduli perempuan hingga aku
membanggun organisasi pemulihan psikologis korban pelecehan dan pemerkosaan. Namun,
semua itu masih terselimuti kebencian, amarah, dendam dengan kejadian buruk
itu.
Ganis : “Begitulah
masa kelamku Rieke”
Rieke :“Subhanallah,, tidak ku sangka kau wanita hebat. Hanya satu
kata yang tepat untukmu –Bangga-“
Ganis : “Maksudmu?
Mengapa bangga?”
Rieke : “Aku
merasa sangat bangga memiliki sahabat sepertimu. Kuat,
kokoh, dan cerdas sepertimu
Oia, apa
kau sudah menceritakan ini kepada Banyu.”
Ganis : “Aku
sudah menceritakan padanya bahwa aku korban
pemerkosaan dan mempunyai anak”
Rieke : “Apa
responnya?”
Ganis : “Dia
menjawab ringan,katanya itu bukan
masalah baginya”
Rieke : “Wahh...dia
keren sekali. Sudah sholeh,
smart, tampan, muda, kaya dan baik pula. Beruntung kau mendapatkanya.”
***
Pernikahan
berlangsung meriah. Keluarga ganis banyak yang menggungkapkan wajah Airal mirip
Banyu. Banyu senang mendengar calon anak tirinya mirip ia. Dan Ganis hanya ikut tersenyum bahagia. Kemudian kebahagian
itu sesaat padam saat mata ganis tertuju akan kehadiran seorang pria yang
menggenakan baju merah mendekati pelaminan.
“Kau
mengenal orang yang memakai baju merah itu”? tanya ganis dengan tatapan tajam kepada
Banyu, karena ganis tidak merasa
mengundangnya.
“ Ya, dia
sepupuku Falid. Ada apa ganis?” Banyu balik bertanya. Ganis terdiam dan
terpaku. Namun, Kemarahan yang hendak muncul itu luntur saat Ganis beristigfar
dalam keikhlasan yang menyirami hati Ganis. Sepenggal alasan keikhlasan membuatnya kembali tersenyum dan mengenggam erat tangan Banyu. Belum tuntas keheranan Banyu
terhadap ekspresi wajah
ganis barusan. Falid mendekat dan mengucapkan selamat.
Falid: “selamat
atas pernikahanmu Banyu, Anis
yang kau cari kepenjuru dunia akhirnya kau temukan juga”.
Banyu: “
apa???” Falid tersenyum pada Ganis, namun Ganis hanya terpaku. Banyu tersadar
akan rahasia tuhan. Ternyata Anis yg ia
cari adalah Ganis Wijadmoko
yang sekarang telah menjadi istrinya.
***
Malam
pertama tak ada lelap, masalalupun terungkap. Orang yang selama ini samar dalam
ingatanya di waktu itu ternyata ia adalah laki laki yang beberapa jam lalu
menikahinya. Banyu mengakui, apa yang ia perbuat. Tapi semata-mata saat itu ia
terusik dengan kata-kata Falid yang mengejeknya sebagai laki-laki bantat alias
banci. Disamping itu, Banyu depresi karena sedang
menghindar dari persidangan atas perceraian orangtuanya. Entah
setan mana yang hinggap sehingga
ia merubah menjadi biadap. Sungguh sejak kejadian dimasa-masa liburan semester dirumah sepupunya itu menjadi penyesalan yang
tidak pernah berakhir hingga detik ini.
Banyu :
“aku mencarimu kemana-mana hingga aku menerima beasiswa. Saat itu bertanya asal
usulmu bahkan aku pergi ke SMA mu, tapi tak kutemukan jejakmu hingga rasa putus
asa itu muncul genap usiaku yang ke 30. Akhirnya
akupun akan menikah dengan seseorang yang dulunya pernah menjadi korban,
setidaknya bisa membuatku sedikit lega. Tapi tak ku sangka ternyata kau adalah Anis.
Ditiap doa aku selalu berharap Allah
menjadikan Anis yang tak kukenal itu menjadi
istriku agar terbayar rasa penyesalan
yang menghantuiku. Allah Maha Besar atas KuasaNya, doa itu terkabulkan. (Banyu
menarik nafas) ku harap kau tidak membenciku dan menerimaku sebagai suamimu.
Aku hanya manusia naif yang berusaha menjadi lebih baik dan baik sebagai
muslim. Semua itu terngantung padamu, jika kau tidak meginginkanku sebagai
suamimu, dengan berat hati aku rela menceraikanmu saat ini juga. Jika itu
membuatmu lebih baik. Maafkan aku Ganis
istriku.”
Ganis
hanya terdiam dan bersegera bermunajat hingga azan subuh berkumandang. Banyu
bersabar dengan kebisuan Ganis dan
terus menerus membaca ayat-ayat Al quran tanpa terasa belasan juz selesai ia baca dan
ia tutup dengan tahajud dan witir.
Setelah
dhuha, Ganis mengajak Banyu ke jembatan Sungai Kapuas yang berjarak 1 km dari rumahnya, mereka berhenti tepat
ditengah-tengah jembatan. Mereka turun dari mobil,
berbegegas Banyu mendekati Ganis dan
mengenggam lembut tangannya. Sesaat kemudian Ganis
melepaskan genggaman Banyu dan
mendekat ke tepi jembatan. Banyu
kaget, terlintas dalam pikiran Banyu hal-hal tak masuk akal akan dilakukan Ganis.
Dengan sedikit
teriak, Banyu : “apa
yang akan kalau lakukan???” (Banyu berlari ke arah Ganis, bepikir Ganis
akan terjun ke sungai karena
kebenaran itu. Banyu memeluk ganis dari belakang).
Banyu : “Sebesar
inikah kebencianmu padaku, hingga harus sebanding dengan nyawamu” Air mata Banyu tak terasa telah berderasi membasahi jilbab Ganis.
Kata-kata
mengalir dari bibir Ganis : “Sungai ini
dulunya adalah tempat terakhir yg ingin aku lihat, saat itu hanya ada kata mati
dalam benakku setelah kejadian itu. Seakan
dunia dan seisinya sudah tak ada harganya bagiku lantas untuk apa aku hidup.
Syukurlah seorang sahabat menghentikanku. Dan Seperti
matahari, saat itu aku mengagap kau penyinar kehidupanku yang telah lama gelap membuta.
Namun sesaat, matahari itu menjadi gerhana tertutup oleh bulan. Tapi sekarang
bulan telah beredar kembali pada porosnya, Dan tahu kah kau matahari itu
kembali menyinariku (tangan Ganis kemudian mendekap erat tangan Banyu yang
sedang melingkari tubuhnya dari belakang). Hanya sepenggal alasan keikhlasanlah
aku tersadar akan rahasia Tuhan. Aku patuh dan tunduk atas kehendakNya. Karena aku yakin, kehendakNya yang tak teraba olehku adalah hadiah
terindah yang dijanjikanNya atas ujian
itu. Tahukan kau apakah kehendakNya itu? Yah..menjadikan aku sebagai istrimu.
Aku mencintaimu suamiku. Masa
lalu itu biarlah waktu yang telah berlalu yang berhak menyimpannya. Kau adalah
masa depanku, hidup baruku, dan kau sebaik-baik rejeki yang Allah anugerahkan
padaku. Bukankah mendapatkan suami sholeh
adalah salah satu rejeki mulia bagi seorang perempuan. (sembari mencium kepala
ganis yang saat itu sedang tersenyum, air mata banyu mengalir dalam haru).
Sumber Foto : www.gambaru.me