Ngomong-ngomong
mengenai ibu mertuaku pada hari kartini ini. Ada banyak hal special yang bisa menjadi
pelajaran sekaligus panutan dari seorang mama, begitu aku biasa memanggil ibu
mertuaku. Bermula saat kepergianku ke kota Malang menggunakan kereta api
Malioboro Yogyakarta dengan maksud berkunjung ke rumah calon suamiku. Maklum
itu kali pertama aku bertemu dengan calon mertua. Padahal undangan pernikahan
sudah di cetak. Bayangin aja deh, nikah sebulan lagi tapi calon mempelai wanita
belum pernah berkenalan secara langsung dengan calon ibu mertua. Umumnya yang
namanya ibu mertua nggak akan mau beli kucing dalam karung. Biasanya akan ada banyak
sederet, serentet dan apalah itu mengenai syarat-syarat menantu yang diidamkan.
Sehingga sang anak akan pusing tingkat kumbang mutar-mutar mencari bunga yang
sesuai keinginan ibunya. Ibu mertuaku emang beda-da-da. Jelas beda, tidak
pernah mengenalku, belum pernah bertemu dan tidak mengerti asal usulku. Eh..beliau
menyetujui pernikahan kami begitu saja. Terlepas dari kehendak Tuhan lo. Bukan
karena anaknya nggak laku-laku, tampang basement, perjaka tua, duda tua
atau karena kecelakaan. Bukan itu bro, malah calon suamiku punya fans lo. Usia
baru 25 tahun, sedang studi S2 di salah satu univesitas terkemuka di negeri ini,
tampangnya bisa dibilang relatif menengah ke atas hehe..(kalau bukan istrinya,
siapa lagi yang memuji).
Kembali ke topic
semula, ini bukan karena beliau hanya pasrah saja. Sekali lagi bukan, tapi
semua ini karena beliau memiliki kepercayaan tinggi terhadap anaknya. Kejujuran
yang ditanam dan keluhuran pekerti yang ia semai ke dalam jiwa anaknya selama ini
cukuplah menjadi jawaban sederhana “iya, silahkan” untuk pertanyaan putranya
dalam mengutarakan keinginan menikahiku. Beliau tidak mengkuatirkan
kepribadianku ini seperti apa, mungkin saja bawel, kikir, kedekut, dan lain
sebagainya. Beliau menerima aku apa adanya. Sungguh apa adanya, teringat saat
suamiku menceritakan komentar beliau saat
pertama kali bertemu denganku. “yan, tangannya sari kecil dan halus”, itu bukan
bermaksud memuji lo, tapiii mengambarkan bahwa aku tidak biasa kerja di dapur.
Saat tahu itu, makkkk…merona dah mukaku. Mualuuu pooollll, ketahuan deh nggak
biasa cuci-cuci, masak dan kerjaan lainya. Tahunya Cuma menghadap laptop hehe..
Aku baru menyadari kalau ternyata ibu mertuaku mengamati hal itu karena ingin
menyesuaikan keadaan di rumahnya dengan kondisi ku yang serba asing di dapur. Beliau
sungguh menerimaku apa adanya, bahkan aku tidak diperbolehkan mencuci piring
dan menyapu setelah resmi menjadi menantunya. Bayangi deh, dapat mertua kayak
begini siapa yang nggak hore-hore. Eit, tapi aku tetap melakukannya.
Satu dari banyak
hal yang membuat beliau layak menjadi panutan bagiku. Ternyata oh ternyata, dua
hari setelah pernikahan kami suamiku menceritakan semua lika-liku sebelum
menikahiku. Tepanya tiga bulan sebelum pernikahan kami. Keluarga mereka ditimpa
musibah besar yang sebelumnya belum pernah terbayang oleh mereka. Saking
besarnya suamiku hendak membatalkan pernikahan kami. Sedangkan bapak mertuaku
hanya bisa pasrah. Di sisi lain, aku lagi heboh dan rempong dengan urusan
persiapan pernikahan mulai souvenir,
undangan dan kawan-kawannyalah. Suamiku saat itu yang masih menjadi calon
suamiku begitu putus asa dengan musibah yang melanda finansial keluarga mereka.
Musibah ini muncul karena tingkah orang-orang yang hanya mengambil keuntungan
tanpa sedikitpun bertanggung jawab. Sehingga mereka yang tidak tahu apa-apa
harus menerima perihnya. Tapi ibu mertuaku emang beda-da-da, beliau teguh dalam
deraian air mata. Terlihat seperti anomali, mengapa teguh beriringan dengan air
mata?. Air matanya mengalir karena begitu berat masalah yang melanda seakan
membeku tak mudah untuk dicairkan. Sedangan keteguhan ini karena dalam perih
beliau tetap menghujamkan azam anaknya untuk terus melanjutkan pernikahan. Beliau
mengokohkan anaknya untuk tak mundur ditengah jalan walau apapun terjadi. Bukan
hal mudah bagi mereka, dalam jeratan masalah yang menghadang untuk melanjutkan
pernikahan yang bisa di bilang membutuhkan dana lebih. Sedikit info, aku
berasal dari luar jawa yaitu dari kota kecil di Pulau Kalimantan. Kabupaten
Ketapang-Kalimantan Barat. Untuk mencapai ke kotaku, keluarga mereka harus naik
turun pesawat (transit). Dari Malang ke bandara Juanda di Sidoarjo, kemudian
transit ke Yogyakarta, transit lagi ke Pontianak baru kemudian mendarat ke
Kotaku.
Entah bagaimana
usaha beliau berjuang untuk terus melanjutkan pernikahan anaknya, walaupun rasa
malu tidak terkira karena sesisi kampung membicarakan mereka. Lebih tragisnya, anaknya
yaitu suamiku dituduh sudah menghamili
calon istrinya. Karena para tetangga memandang beliau begitu nekat menikahkan
anaknnya dalam kondisi seperti itu.
Keteguhan dan
ketulusan beliau menjadi panutan dan contoh Kartini di era sekarang ini.
Bagaimana tidak, dalam derita dan cobaan yang berat beliau tetap berusaha
menjaga kehormatanku, keluargaku dan perasaanku sebagai calon mempelai wanita.
Seperti kita ketahui, pernikahan yang gagal dilaksanakan akan sangat menyakitkan
bagi pihak wanita dan keluarganya apalagi persiapan pernikahan sudah setengah
jalan.
Terimakasih mama,, engkau relakan
putra satu-satumu kepadaku dalam kondisi serba sulit nan berat. Aku akan selalu
berusaha mencintaimu dengan sikap terbaikku sebagaimana aku mencintai putramu.
I love mama ^^
Huaa, salut deh sama ibu mertuanya. beliau juga bisa mendidik supaya jangan selalu mendengar apa kata orang ya berarti. buktinya ya cuek2 aja gitu anaknya dikira sudah menghamili anak orang :D
BalasHapusSemoga selalu dilimpahi keberhakan ya mbaak mamanyaa ;)
Aamiin ya Rabbalamin,
Hapusuntung aja beliau pake jurus cuek kalau nggak mah sampe sekarang masih jadi gadis manis donk.
Btw, mbak Istiana selamat ya jadi komentator pertama diblogku. Maklum blogger pemula hehe..
Terimakasih banyak mbak ^^
Sariiiiii.miss u.salam buat sikecil n khoiron.bahagia selalu buat kalian yaaaa.semoga mama Sehat selalu ya.aamiin
BalasHapusMbak yuncaaaa.....miss u too, aamiin ya rabbalamin. Makasi kunjungannya. Seneng banget....salam sayang buat luhurluhur^^
HapusLuar biasa hasil didikan Ibu mertua ya Mak. Semoga beliau sehat selalu, aamiin
BalasHapusAamiin ya rabbalamin.. Terimakasih mbak ^^
BalasHapusMertua yg hebat, beliau sebagai perempuan tentu lebih empati kepada perempuan yaa Mak... bisa merasakan bagaimana hancur, sakit hati dan malunya perempuan bila pernikahannya gagal...
BalasHapusIya mak, alhamdulillah. Terimakasih mak
HapusHiks .. terharuuu
BalasHapusTerimakasih mak..beliau perempuat kuat
HapusHiks .. terharuuu
BalasHapusdituduh hamil duluan...itu memang salah satu dilema orang mau nikah. lha mau nikah kok malah dikira yang enggak-enggak sementara yang pacaran melulu nggak dituduh. *protes mode on*
BalasHapuspastinya melegakan semua ya mbak ketika akhirnya sudah melewati itu semua. ibi mertua bisa tersenyum bangga dong sekarang. semoga begitu selamanya.
Iya mbak, walau rada panas kuping saat itu. Alhamdulillah
Hapus